Thursday, June 12, 2008



Opini

SBY dan Ekonomi-Politik Kreatif
Investor Daily, Kamis, 12 Juni 2008

A. Bakir Ihsan

Suasana politik semakin memanas menjelang 2009. Presiden SBY sendiri mengakui bahwa 2008 merupakan “tahun panas.” Beberapa kasus mencuat melampaui kapasitas esensi kasus itu sendiri. Kenaikan BBM 28,7% menimbulkan gejolak jauh melebihi saat BBM naik di atas 100% pada 2005 lalu. Sementara itu, DPR dan elite politik lainnya sibuk membangun citra diri dengan “menunggangi” isu tersebut. Padahal kebijakan kenaikan tersebut berpijak pada pasal 14 ayat 2 UU APBN-P 2008 yang sudah disetujui oleh DPR. Mainstream politik yang paradoks yang dioperasikan oleh elite ini menjadi preseden buruk bagi pemberdayaan politik warga.

Namun demikian, di tengah krisis ekonomi dan politik tersebut tumbuh kreativitas dari masyarakat. Baik di bidang ekonomi maupun politik muncul upaya-upaya kreatif masyarakat untuk tidak terjebak dalam mainstream ekonomi-politik yang cenderung elitis dan bias. Masyarakat berjuang untuk tetap eksis melalui langkah-langkah “sederhana” baik di bidang politik maupun ekonomi agar hidupnya tetap mengalir. Inilah yang penulis sebut sebagai ekonomi-politik kreatif.

Politik kreatif
Secara politik kita berhasil mengantarkan republik ini pada ladang demokrasi. Bahkan menurut duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Camerun R. Hume keberhasilan Indonesia merenda demokrasi melampaui keberhasilan Amerika saat mengawal demokrasi 200 tahun lalu. (When one looks at the speed of progress that Indonesia has made over its first decade of democracy, in many ways it exceeds the United States’ initial transition into a national democracy over 200 years ago). Demokrasi yang awalnya begitu mewah bahkan sakral di republik ini, kini begitu mencair, bahkan cenderung menjadi politik harian. Rakyat bisa memilih langsung para pemimpinnya baik pada tingkat nasional (presiden) maupun lokal (gubernur dan bupati/walikota).

Kalau dilihat secara kultural, bangsa ini mengalami distorsi historis dalam menapaki demokrasi. Karenanya, budaya demokrasi yang sering disebut-sebut sebagai bagian inheren dalam budaya bangsa sering menjadi sebuah utopia bahkan anomali karena tidak terpapar dalam kenyataan. Semua itu terjadi karena aliran sejarah bangsa ini sempat terpenggal oleh politik kekuasaan yang represif, otoriter, dan sentralistik yang dioperasikan rezim masa lalu. Inilah yang memberi sumbangsih pada realitas kekinian yang paradoks yang tidak jarang berkubang dalam konflik, kekerasan, intimidasi, bahkan alienasi di tengah demokrasi dirayakan secara prosedural.

Titik simpang antara prosedur dan kultur demokrasi melahirkan transisi yang seharusnya berujung pada konsolidasi. Prosesi yang berlangsung selama transisi akan menentukan cepat tidaknya konsolidasi. Semua tergantung pada sejauhmana demokrasi dikawal dan diperlakukan baik oleh elite politik maupun publik. Kalau melihat fakta politik yang berlangsung saat ini sisi terlemah terletak pada elite yang lebih mengedepankan orientasi politik kekuasaannya daripada penguatan politik rakyat.

Walaupun para elite sering berbicara atas nama rakyat, namun itu semua bersifat semu dan topeng untuk memperkuat agenda personalnya. Akibatnya rakyat tidak memperoleh apa-apa kecuali penciptaan citra yang ditebar melalui media-media publik, seperti iklan politik. Mereka merangsang rakyat menjadi imajiner-imajiner kekuasaan yang menjerumuskan dan penuh kepalsuan.

Di tengah mainstream orientasi kekuasaan yang menguasai para elite, lahir kreativitas rakyat untuk memperjuangkan hak-haknya. Kreativitas politik yang tumbuh dari kritisisme masyarakat menguat seiring dengan deviasi demokrasi akibat ulah para politisi. Rakyat semakin tersadar untuk melibatkan dirinya di luar mainstream politik elite yang elitis. Inilah politik kreatif yang tumbuh dari masyarakat bawah tanpa tergantung pada ritual politik para elite. Mereka cukup cerdas untuk memilah dan memilah mana politik kekuasaan dan mana politik kerakyatan. Politik kreatif ini bisa diperkuat menjadi kesadaran kolektif untuk menegasikan segala bentuk paternalisme politik yang memperlambat bahkan menghambat konsolidasi demokrasi.

Ekonomi kreatif
Politik kreatif merupakan ekspresi alternatif (kemandirian) dari mainstream politik elite. Hal ini sebagaimana terjadi dalam bidang ekonomi. Dan hal tersebut perlu terus dirawat tanpa harus mengkonfrontasikan dengan mainstream politik maupun ekonomi yang ada. Apalagi di tengah krisis global yang memaksa negara mengambil langkah dan terobosan yang bisa jadi tidak populer, seperti menaikkan harga BBM, maka simbiosisme menjadi sebuah keniscayaan.

Di tengah krisis global, ekonomi kreatif dapat menjadi tumpuan alternatif agar negara tidak oleng. Bahkan upaya pengentasan kemiskinan yang dioperasikan negara dapat berpacu cepat melalui ekonomi kreatif yang tumbuh di kalangan warganya. Dan hal ini membawa bukti. Sebagaimana diungkapkan Presiden SBY pada Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2008 lalu, industri kecil pada 2007 menyumbang Rp 105 triliun terhadap PDB dan Rp 6 triliun diantaranya dari industri kerajinan.

Sumbangsih yang dihasilkan dari ekonomi kreatif tersebut menjadi daya tersendiri bagi ekonomi nasional. Karena itu langkah-langkah ke arah pengembangan ekonomi kreatif tersebut harus mendapat dukungan baik secara politik maupun modal. Muara dari gerak ekonomi kreatif ini adalah bergeraknya sektor riil secara signifikan sehingga pengangguran dan kemiskinan berkurang karena lapangan kerja semakin terbuka.

Dalam konteks ini, keberhasilan ekonomi kreatif tidak terlepas dari politik kreatif yang dimainkan oleh warga dan mendapat dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang menumbuhkan gerak ekonomi kecil menengah yang selama ini cenderung terabaikan. Inilah tantangan yang dihadapi SBY untuk terus menjalinkelindankan ekonomi kreatif yang mulai tumbuh dan politik kreatif yang mulai menguat dalam masyarakat. Hanya dengan demikian, Indonesia, menurut Institut Kebijakan Strategis Australia (Australian Strategic Policy Institute) “had become a strong democracy, with solid economic growth and competent leadership” (Reuters, 27/5). Semoga.*

1 comment:

Unknown said...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
politik terhangat
"Artikel anda di infogue"

anda bisa promosikan artikel anda di www.infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!