Friday, May 23, 2008



Opini

BBM & Solusi demi Rakyat
Seputar Indonesia, Jum’at, 23 Mei 2008

A. Bakir Ihsan

Saat ini sedang berhamburan wacana pro kontra kenaikan BBM. Pemerintah mengambil keputusan dan sebagian mahasiswa dan masyarakat bergerak menyuarakan penolakannya terhadap rencana kenaikan BBM yang terlanjur menyesakkan kesadaran dan hajat masyarakat.

Secara politik, pemerintah pasti berat mengambil kebijakan menaikkan BBM karena kebijakan ini pasti tidak populer. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kenaikan harga BBM di tengah harga minyak dunia yang terus melambung sebagai alternatif terakhir. Ada langkah-langkah yang antisipatif yang harus dilakukan untuk meminimalkan dampak kenaikan harga minyak dunia. Salah satunya adalah penghematan. Langkah ini sudah dilakukan oleh Presiden melalui pengembalian anggaran rumah tangga Presiden yang mencapai Rp160 miliar selama tiga tahun (2005-2007). Pengembalian ini merupakan langkah penghematan di tengah negara membutuhkan banyak dana demi kepentingan yang lebih mendesak dan urgen, seperti pengentasan kemiskinan, fasilitas kesehatan, dan dana pendidikan.

Langkah positif yang dilakukan Presiden ini sejatinya bisa dilakukan oleh para pejabat lainnya sebagai public service. Karenanya kita patut prihatian dan merasa miris melihat kelakuan anggota DPR yang masih melakukan kunjungan ke luar negeri dengan output yang tidak jelas. Apalagi di tengah rakyat terbebani oleh berbagai kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan rencana kenaikan harga BBM.

Sebelum keputusan akhir diambil oleh pemerintah menyangkut harga BBM ini, para anggota dewan seharusnya berjuang maksimal dengan menawarkan solusi-solusi alternatif, tanpa melibatkan intrik politik yang justru semakin menyengsarakan rakyat. Diperlukan kesamaan visi dan misi untuk mengatasi persoalan harga BBM yang bagi pemerintah bisa menjadi buah simalakama.

Mutualisme
Selama ini Presiden SBY selalu mengemukakan bahwa orientasi kebijakan yang dikembangkan adalah menyeleraskan antara pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi melibatkan dunia usaha yang tingkat pergerakannya tergantung pada situasi yang kondusif. Sementara pemerataan menitiktekankan pada kesempatan bagi seluruh rakyat, khususnya masyarakat miskin untuk menikmati hasil yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi.

Kesinambungan antara dunia usaha dengan masyarakat kecil merupakan langkah mulia yang sejatinya dapat dirasakan bersama. Masalah BBM ini menjadi pertaruhan bagi Presiden SBY untuk memperkuat keseimbangan (mutualisme) tersebut, sehingga seluruh masyarakat betul-betul merasakan manfaat dari kebijakan yang diambil pemerintah.

Karena itu diperlukan langkah-langkah konstruktif dan cerdas agar semua pihak tidak merasa dirugikan atau bisa mendapatkan “keuntungan bersama” (simbiosis-mutualisme) dengan kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait harga BBM. Kalau pun ada skala prioritas, maka pemerintah harus mengedepankan nasib mereka yang paling terbebani oleh efek kenaikan BBM.

Ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan BBM dan meminimalkan dampak penderitaan pada rakyat kecil. Pertama, pemerintah sebagai pemegang otoritas negara dapat memaksa para operator minyak dalam negeri baik lokal maupun asing untuk menjual minyaknya pada pemerintah dengan harga tertentu dan diolah di dalam negeri. Otoritas ini penting karena negara, sebagaimana disebut Roger H. Soltau adalah agen otoritas yang mengatur dan mengendalikan persoalan atas nama rakyat (in the name of the community).

Kedua, pemerintah mengambil alih pengadaan minyak dengan melakukan bargaining dengan negara lain (government to government) yang menjual minyaknya dengan harga yang lebih murah, seperti dengan Rusia yang menjual minyaknya antar negara seharga USD450 permetrik ton. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan harga minyak berdasarkan harga produk jadi yang mencapai USD1.215 permetrik ton. Pengambilalihan ini penting dalam situasi yang dapat mengancam kehidupan masyarakat kebanyakan yang berada di level menengah kebawah.

Ketiga, mewajibkan mobil di atas 2.000 cc memakai pertamax. Menurut data, ada 1 juta lebih mobil yang cc-nya di atas 2.000. Kalau satu hari mobil mewah tersebut menggunakan 10 liter premium yang disubsidi, berarti pemerintah menyumbang orang-orang kaya tersebut jauh lebih besar daripada subsidi yang diberikan pada rakyat miskin melalui BLT. Pada titik ini pemerintah telah membiarkan eksploitasi orang-orang berpunya terhadap orang-orang papa.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan ini diperlukan pengawasan di setiap SPBU dengan melibatkan para pengawas yang direkrut oleh Pertamina. Dengan jumlah SPBU 4.500 dan dengan menggaji 2 juta untuk masing-masing pengawas yang direkrut dari lulusan-lulusan SMU, maka hanya diperlukan dana Rp108.000.000 miliar setahun. Jauh dibawah dana subsidi BBM yang mencapai triliunan. Lebih dari itu, program ini sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru bagi para lulusan SMU di tengah sempitnya ruang usaha.

Kebangkitan
Ketiga langkah di atas sebenarnya mempertegas solusi yang selama ini diwacanakan oleh SBY dalam merespon berbagai persoalan masyarakat, khususnya terkait masalah kemiskinan. Kepedulian dunia usaha terhadap usaha kecil menengah melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan kredit usaha rakyat (KUR) adalah bentuk penyeimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan.

Optimal tidaknya solusi tersebut tergantung pada komitmen seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong dan mendukung pemerintah melakukan langkah-langkah konstruktif demi kepentingan rakyat. Bukan waktunya lagi berdebat tentang nasionalisasi atau swastanisasi, tapi bagaimana proses-proses ekonomi politik ini bisa mendatangkan keuntungan bagi masyarakat luas. Dan dalam konteks BBM ini pemerintah harus bisa membuktikan fungsi konstruktifnya bagi rakyat di tengah peran swasta lokal dan asing dalam pengelolaan minyak.

Tidak kalah pentingnya, diperlukan keteladanan dari para elite politik dan tokoh masyarakat untuk hidup hemat dan sederhana sebagai bentuk empati atas penderitaan yang menimpa masyarakat.

Masalah BBM ini menjadi pertaruhan di tengah semarak peringatan 100 tahun kebangkitan nasional. Efek domino dari kenaikan BBM yang terlanjur dipersepsi sebagai proses pembangkrutan rakyat kecil, akan menambah beban derita rakyat. Karena itu, 100 tahun kebangkitan nasional akan melampaui segala bentuk seremoni apabila kebersamaan kata dan rasa mewujud dalam kerja; meminimalkan mudarat dan memaksimalkan manfaat bagi hajat seluruh rakyat.*

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini/bbm-solusi-demi-rakyat-2.html