Tuesday, August 14, 2007


Hikmah

Tangisan Sang Pemimpin
Republika, Selasa, 14 Agustus 2007

A. Bakir Ihsan

“Saat itu aku menoleh pada Rasulullah. Tiba-tiba saja aku melihat matanya mengalirkan air mata,” (Ibnu Mas’ud dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim).

Suatu ketika Rasulullah meminta Ibnu Mas'ud untuk membacakan Alquran di hadapannya. Ibnu Mas'ud terkejut. ''Alquran adalah wahyu yang diturunkan melalui dirimu, bagaimana saya harus membacakannya, ya Rasulullah?'' tanya Ibnu Mas'ud. ''Aku ingin mendengarnya dari orang lain,'' jawab Rasul singkat.

Ibnu Mas'ud pun membaca surat An-Nisa'. Sampai pada ayat tertentu, Rasulullah meminta Ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya. Tanpa sengaja Ibnu Mas'ud melihat wajah Rasulullah. Dari matanya mengalir deras air mata. Rasulullah menangis saat Ibnu Mas'ud membaca ayat ''... dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu) ...'' (QS An-Nisa [4]: 41).

Rasulullah menangis memikirkan nasib umatnya. Sebuah tangisan karena khawatir atas kondisi lingkungan-sosialnya. Rasulullah adalah sosok pemimpin yang diberi tanggung jawab bukan hanya untuk manusia, tapi untuk seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).

Imam Ibnul Qayyim membagi 10 macam linangan air mata (tangisan). Ada tangisan kasih sayang, tangisan takut dan khawatir, tangisan cinta dan rindu, tangisan gembira dan bahagia, tangisan terkejut karena beban berat, tangisan sedih, tangisan lemah dan tidak mampu, tangisan kemunafikan, tangisan palsu, dan tangisan solidaritas.

Dari 10 ragam tangisan tersebut bisa dikelompokkan ke dalam dua macam, yaitu tangisan yang berasal dari hati dan tangisan sebatas linangan air mata. Tangisan sebatas linangan air mata adalah tangisan kemunafikan, tangisan palsu, atau sekadar solidaritas karena orang lain menangis. Sebaliknya tangisan kekhawatiran seorang pemimpin sebagaimana yang diperlihatkan Rasulullah adalah linangan air mata yang mengucur dari lubuk hati yang paling dalam.

Kedalaman hati tentu tak ada yang bisa mengukur. Namun, apakah sebuah tangisan hanya sebatas linangan air mata atau bukan, kita bisa melihat dari perilakunya. Seorang yang menangis kala berzikir, namun perilakunya banyak menyimpang, berarti tangisan itu baru sebatas linangan air mata. Dalam konteks kepemimpinan, tangisan tulus sang pemimpin terukur dari kesungguhannya dalam upayanya meretas problema yang dihadapi warganya. Semoga.

http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=14

No comments: