Wednesday, September 25, 2013

Signifikansi Konvensi


Opini

Signifikansi Konvensi
RMOL, Jum’at, 20 September 2013

A. Bakir Ihsan

Sejak awal, konvensi yang digagas dan dijalankan Partai Demokrat (PD) menjadi kontroversi. Banyak pertanyaan dan opini kritis diajukan pengamat terkait pelaksanaan konvensi. Mulai dugaan menutup borok citra PD yang sedang melorot sampai kemungkinan pemenang konvensinya sudah ditentukan. Opini kritis tersebut sah-sah saja mengalir di tengah atmosfir politik menuju 2014 semakin mengental. Namun apa manfaat dari kecurigaan tersebut bagi kepentingan politik bangsa?
Konvensi bukan hal baru dalam sejarah kepartaian kita. Menjelang pemilu 2004, Partai Golkar (PG) melaksanakan konvensi. Konvensi saat itu diperlakukan lebih sebagai solusi sesaat. Terbukti, konvensi yang dilakukan PG tidak berlanjut. Ia hanya menjadi instrumen pendek untuk mengurai tarik menarik kepentingan demi kelangsungan eksistensi partai pada saat itu. Konvensi belum menjadi keputusan permanen dan berkesinambungan dalam seleksi kandidat calon presiden dari PG.
Kini PD mencoba langkah yang sama. Hampir sama dengan PG, konvensi yang dilakukan PD belum menjadi agenda jangka panjang. Paling tidak gagasan konvensi muncul sebagai alternatif untuk mencari kandidat capres setelah SBY tak bisa dicalonkan lagi. Berbeda dengan konvensi ala PG, konvensi kali ini tidak hanya menjaring kandidat dari anggota PD, tapi juga terbuka bagi “orang luar.” Bahkan dari 11 calon, 7 berasal dari luar PD. Ini merupakan perkembangan baru dalam tradisi konvensi. Perlu nyali besar untuk mengadakan konvensi dengan melibatkan “orang luar” partai. Terlebih apabila yang terpilih nanti adalah “orang luar”, tentu akan menambah beban tersendiri bagi PD. Kemungkinan berkurangnya soliditas antar anggota partai karena kandidat capresnya dari “orang luar”, sangat terbuka.
Namun demikian, langkah konvensi terbuka ini akan menuai apresiasi apabila PD mampu menjadikannya sebagai ajang rekrutmen kepemimpinan yang lebih terbuka dan demokratis. Konvensi yang melibatkan penilaian dan pilihan masyarakat, menjadikannya semakin signifikan di tengah kecenderungan elitisme dan oligarki partai serta tertutupnya peluang bagi calon presiden dari unsur perorangan. Terlebih apabila konvensi ini dijadikan mekanisme rekrutmen calon presiden secara berkesinambungan dan tertuang dalam aturan main yang baku.
Dengan legalitas konvensi tersebut, PD, begitu juga partai lainnya yang memiliki mekanisme konvensi, akan merangsang kader-kadernya untuk tak hanya berkualitas, tapi juga dikenal publik karena kinerjanya. Dengan demikian, kompetisi di dalam tubuh partai akan berlangsung sehat dan penuh bobot serta terlepas dari kemungkinan oligarki yang memupuk faksi-faksi dan menghambat proses demokratisasi.
PG dan PD sudah dan sedang menjalankan konvensi. PPP, melalui ketua umumnya, Suryadharma Ali juga sempat melontarkan gagasan akan melakukan konvensi, tapi tampaknya belum berlanjut. Konvensi memang bukan kewajiban, tapi sekadar pilihan. Pilihan politik untuk memberi peluang bagi setiap potensi terseleksi dan berkompetisi melalui proses yang berbasis meritokrasi. Dengan begitu, kontestasi dalam demokrasi akan semakin menemukan maknanya.

No comments: