Monday, February 04, 2013

Post 2015 Development Agenda





Opini

Urgensi Pembangunan Pasca 2015

Jurnal Nasional, Senin, 4 Februari 2013

A. Bakir Ihsan


Judul artikel ini seakan lari dari kenyataan hari ini. Kita masih berada di tahun 2013 dengan segala problematikanya, tapi sudah berbicara agenda pembangunan pasca 2015. Inilah bentuk perhatian dunia terhadap masa depan umat manusia. Tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan berakhir pada 2015. Karena itu, jauh-jauh hari PBB ingin melihat sejauhmana capaian agenda MDGs tersebut dan apa langkah-langkah yang perlu diambil untuk terus mengawal warga dunia semakin menikmati hak-hak hidupnya yang sejahtera, adil, dan damai pasca 2015.
Dalam konteks itulah High Level Panel (panel tingkat tinggi) yang beranggotakan 27 negara menjadi penting. Dan tak kalah pentingnya adalah peran Indonesia di dalam panel tersebut karena posisi Presiden SBY sebagai co-chair bersama Perdana Menteri Inggris, David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Posisi Presiden SBY tersebut bukan sekadar penghargaan bagi Indonesia, namun juga menjadi pintu masuk untuk memposisikan Indonesia semakin penting di dunia internasional melalui gagasan dan misi yang dibawanya bagi kepentingan nasional dan internasional.
Sebagai co-chair, Presiden SBY membawa misi, gagasan, dan agenda penting untuk pembangunan pasca 2015. Salah satunya adalah penghapusan kemiskinan dengan tetap mendorong pencapaian agenda-agenda lainnya yang telah dicanangkan dalam MDGs. Masalah penghapusan kemiskinan ini sangat urgen ditekankan di tengah ancaman krisis global yang pada titik tertentu melahirkan warga dunia miskin baru.
Di satu sisi, kerangka penghapusan kemiskinan ini mensyaratkan adanya kerja sama global. Dengan relasi internasional yang semakin kompleks dan saling terkait, kemiskinan merupakan bagian dari ekses ekonomi global yang rapuh. Namun di sisi lain, langkah tersebut mengharuskan kerja keras masing-masing negara untuk mengembangkan terobosan konkret bagi penghapusan kemiskinan.

Sinergi relasi
Penghapusan kemiskinan dalam konteks global tidak bisa dilepaskan dari relasi dan kerja sama antar negara. Relasi antar negara mensyaratkan adanya kesetaraan dalam berbagai bidang, sehingga kerja sama bisa menghasilkan target yang saling menguntungkan. Faktanya dunia masih bergulat dalam ketimpangan baik dalam hal politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Secara struktural di dalam lingkup Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagaimana disinggung Presiden SBY di depan Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu, masih memperlihatkan adanya ketimpangan peran. Adanya hak veto yang dikendalikan oleh negara-negara tertentu menunjukkan adanya ketakseimbangan (inequality).
Pada ranah ekonomi, beberapa negara maju masih mengedepankan “untung-rugi” dalam membangun relasi dengan negara lain yang secara ekonomi masih tergolong lemah. Dalam kondisi yang tidak seimbang, keberadaan negara-negara kaya semakin kaya dan negara miskin tak juga mampu berdiri tegak dan sejajar. Bahwa untung-rugi merupakan kodrat ekonomi, memang sulit dimungkiri. Namun kebijakan negara kaya untuk membantu negara miskin melalui kerjasama ekonomi sejatinya diarahkan untuk memberi ruang lebih dalam konteks mengurangi kemiskinan dan ketertinggalan negara-negara miskin. Dengan kerangka demikian, maka kerja sama ekonomi tidak sekadar berkutat pada jumlah dana yang diinvestasikan atau dipinjamkan, tapi bagaimana masyarakat semakin berdaya dengan kerja sama tersebut.
Dalam konteks itulah, kebijakan Presiden SBY, khususnya dalam hal investasi terus dikembangkan untuk memastikan formula yang lebih memberdayakan dan menguntungkan bagi kepentingan ekonomi nasional. Bukan hanya pada tingkat global, kebijakan ekonomi nasional juga ditekankan dan diarahkan pada pertumbuhan yang bertemali dengan pemerataan.
Langkah-langkah tersebut dilakukan Presiden SBY dalam konteks kepentingan bangsa melalui pendekatan soft power yang mengedepankan dialog dengan para stakeholder. Pendekatan soft power yang dikembangkan Presiden SBY ini terbukti berhasil meretas kebuntuan tidak hanya dalam hal ekonomi, tapi juga dalam konteks politik dan relasi internasional. Tentu implementasinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Pro dan kontra dari stakeholder merupakan konsekuensi yang pada titik tertentu menghambat dalam implementasinya.

Pasca 2014
Agenda penghapusan kemiskinan yang ditawarkan Presiden SBY dalam HLP untuk pembangunan pasca 2015 bukan agenda mudah. Selain persoalan struktural global yang masih timpang, juga agenda pembangunan nasional pasca 2014 belum sepenuhnya menjadi jaminan untuk menempatkan masalah penghapusan kemiskinan sebagai prioritas utama.
Sebagaimana kita maklumi, Presiden SBY harus mengakhiri masa kepemimpinan pada 2014 setelah dua periode dilaluinya. Bahwa masalah kemiskinan menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional tentu tak perlu kita khawatirkan. Namun sejauhmana komitmen terhadap penghapusan kemiskinan tersebut mendapatkan porsi yang sama bahkan lebih maksimal dari apa yang diperjuangkan SBY. Ini penting ditelaah karena kecenderungan umum menunjukkan adanya penekanan yang berbeda dalam setiap kepemimpinan.
Di tengah atmosfir politik yang semakin menghangat menjelang 2014, kita semua bersama untuk tetap fokus pada agenda pemberdayaan masyarakat dengan semakin meminimalisasi jumlah orang miskin. Karena itu, penekanan SBY pada para kabinetnya untuk bekerja maksimal di sisa waktu yang tersedia merupakan bagian dari upayanya memastikan pencapaian maksimal, khususnya dalam hal pengurangan kemiskinan.
Masyarakat juga bisa melihat sekaligus mengukur keseriusan para calon presiden 2014, baik yang secara eksplisit sudah dicalonkan oleh partai maupun yang belum, pada track recordnya dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan upayanya menghapuskan kemiskinan. Hal ini penting agar agenda pembangunan khususnya dalam hal penghapusan kemiskinan tidak berhenti pada level wacana dan cuap politik, namun secara konkret sudah dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian, agenda pembangunan pasca 2015 akan terus bersinergi sekaligus menempatkan Indonesia semakin penting pada ranah global karena keberhasilannya menuntaskan agenda-agenda MDGs, khususnya dalam hal menghapus kemiskinan.*

No comments: