Opini
Revitalisasi
Peran D-8
REPUBLIKA, Sabtu, 24 November 2012
A Bakir Ihsan
KTT ke-8 Developing-Eight (D-8) yang
berlangsung di Islamabad, Pakistan, 19-22 November 2012 memiliki makna
strategis. Dengan tema; Democrratic Partnership for Peace and Prosperity,
D-8 summit menjadi sangat penting karena tiga alasan. Pertama, dunia
sedang berada dalam ancaman krisis ekonomi global. Secara teoretis yang paling
merasakan dampak krisis adalah negara-negara berkembang karena basis ekonominya
yang lemah dibandingkan negara-negara maju. Walaupun faktanya, beberapa negara
yang tergabung dalam D-8 memiliki basis pertumbuhan ekonomi yang sangat
signifikan, seperti Indonesia, namun ia tetap berada dalam ancaman sebagai efek
dari ekonomi pasar yang melampaui sekat negara dan organisasi.
Kedua, beberapa negara yang
berpenduduk muslim sedang mengalami konflik, kekerasan, dan ancaman perpecahan,
seperti yang terjadi di Suriah, Palestina, Irak, dan beberapa negara lainnya,
pun diskriminasi yang dialami komunitas muslim minoritas di beberapa kawasan. Walaupun
di antara negara tersebut bukan anggota D-8, namun sedikit banyak akan menyita
perhatian apabila konflik tersebut terus berkembang dengan segala eksesnya. Hal
ini seperti dalam konflik Suriah yang berdampak pada Turki, bahkan dalam
beberapa kasus memicu ketegangan. Begitu juga Palestina-Israel yang memaksa
Mesir, bahkan negara lainnya, termasuk Indonesia, untuk ikut berbagi perhatian
pada penyelesaian konflik atau penciptaan perdamaian. Langkah ini bukan semata
sebagai solidaritas kenegaraan, namun juga ekses kekerasan yang dikhawatirkan
semakin memperburuk kondisi stabilitas global.
Ketiga, demokrasi sebagai arus utama sistem kenegaraan
saat ini menjadi satu-satunya pilihan dengan segala eksesnya dan model
penerapannya. Dari delapan negara anggota D-8 menerjemahkan dan menerapkan
demokrasi dengan warna-warni dan eksesnya yang berbeda. Secara substantif,
demokrasi yang berlangsung di negara-negara D-8 masih tergolong baru (transisi)
dan sedang berjuang menuju konsolidasi.
Penguatan Internal
Keberadaan D-8 secara tidak langsung
mengafirmasi peran ekonomi sebagai kunci kemajuan sekaligus menaikkan posisi
tawar dalam percaturan global. Sebagaimana tersurat dalam tujuan awal D-8 adalah
untuk meningkatkan posisi negara-negara anggotanya menghadapi kekuatan ekonomi
global (improve member state’s position in the global
economy). Yang lebih penting lagi, kedelapan negara ini mayoritas penduduknya
adalah muslim yang secara global selalu berada di bawah bayang-bayang ekonomi
maintream.
Salah satu langkah untuk menaikkan daya
tawar tersebut adalah dengan memperkuat ekonomi masing-masing negara anggota
melalui penciptaan peluang baru dalam hubungan
perdagangan, meningkatkan partisipasi
dalam pengambilan keputusan di
tingkat internasional, dan meningkatkan standar hidup (create new opportunities in trade relations,
enhance participation in decision-making at international level, and improve
standards of living).
Inilah
semangat “cooperation in development” yang pada KTT kali ini dipilah dalam lima
isu besar, yaitu perdagangan, pertanian
dan ketahanan pangan, kerja sama industri dan UKM, transportasi, serta energi
dan mineral. Dari lima isu besar tersebut terlihat jelas urgensi penguatan
ekonomi bagi anggota D-8.
Untuk memastikan terwujudnya kelima
agenda tersebut diperlukan perjuangan keras. Beberapa kendala internal yang
dihadapi oleh negara yang ekonominya mengalami pertumbuhan sekalipun adalah pertama,
masalah pemerataan. Pertumbuhan ekonomi tidak serta merta dirasakan oleh semua
lapisan masyarakat. Tidak jarang pertumbuhan memperlebar jurang kesenjangan
yang pada titik tertentu bisa memunculkan instabilitas politik.
Kedua, masih kuatnya korupsi. Dari
delapan negara anggota D-8, tingkat korupsinya masih cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan
indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparency International 2011
menunjukkan nilai rendah bagi delapan negara anggota D-8. Misalnya Malaysia (4,3),
Turki (4,2), Indonesia (3,0), Mesir (2,9), Bangladesh dan Iran (2,7), Nigeria
dan Pakistan (2,5).
Kedua kendala tersebut bisa sangat
mengancam terhadap upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, apabila tidak
diselesaikan secara efektif. Terlebih apabila kesenjangan sosial ditingkahi
oleh tindak korupsi birokrasi dan politisi, ia tidak hanya memperlambat
pertumbuhan ekonomi, tapi bisa mengganggu stabilitas politik negara.
Sinergi Potensi
Walaupun lima agenda dalam KTT D-8 kali
ini lebih ditekankan pada aspek ekonomi, namun dalam pelaksanaannya tidak bisa
dilepaskan dengan aspek lainnya, termasuk politik. Dua kendala di atas
sebenarnya bisa diatasi dengan memperkuat potensi atau memperluas peluang yang
dimiliki oleh masing-masing negara anggota D-8.
Paling tidak ada 2 potensi atau kekuatan
yang bisa dikembangkan untuk menutup kelemahan atau kendala di atas. Pertama,
secara politik dari 8 negara yang tergabung dalam D-8 relatif stabil. Persoalan
politik yang dihadapi beberapa negara anggota D-8 lebih terkait persoalan
eksternal, seperti Iran yang mengundang pro-kontra di mata negara-negara barat
karena proyek nuklirnya.
Kedua, ekonomi masing-masing
negara relatif cukup baik. Bahkan Indonesia termasuk 16 besar negara dengan
ekonomi terbesar di dunia. Bersama Turki, Indonesia menjadi anggota G-20,
sebuah perkumpulan 20 negara dengan tingkat perekonomiannya terbesar di dunia.
Dengan dua modal tersebut, D-8 bisa
memaksimalkan perannya secara internal dengan memperkuat potensi yang dimilikinya.
Kedua modal, ekonomi dan politik, tersebut sangat kondusif untuk memastikan
terwujudnya tujuan besar dari KTT kali ini, yaitu peace (damai) dan prosperity
(sejahtera).
Namun sekali lagi, pertumbuhan tak selalu
berbanding lurus dengan kesejahteraan. Karena itu, diperlukan reorientasi dan
revitalisasi agar pertumbuhan tidak dihitung sebatas naiknya angka statistik,
tapi sejauhmana tingkat ketersebaran angka tersebut. Untuk memastikan tingkat ketersebaran
pertumbuhan diperlukan political will melalui kebijakan yang berpihak
pada seluruh elemen masyarakat.
Di sini terlihat perlunya sinergitas sekaligus
sentralitas baik pada tataran visi, aksi, maupun institusi pelaksananya. Aspek
sinergitas dan sentralitas inilah yang ditekankan Presiden SBY dalam beberapa
kesempatan, termasuk dalam KTT ASEAN dan KTT D-8 ini, sebagai modal dasar
terciptanya soliditas dan kohesivitas menghadapi tantangan yang lebih besar.
Dengan sinergitas, soliditas, dan kohesivitas itulah, D-8 bisa mempertaruhkan
perannya menghadapi tantangan global, terlebih untuk mewujudkan kemajuan bersama
sebagaimana menjadi cita awal berdirinya.*
No comments:
Post a Comment