Tuesday, November 27, 2012

KTT D-8




Opini

Revitalisasi Peran D-8
REPUBLIKA, Sabtu, 24 November 2012

A Bakir Ihsan

KTT ke-8 Developing-Eight (D-8) yang berlangsung di Islamabad, Pakistan, 19-22 November 2012 memiliki makna strategis. Dengan tema; Democrratic Partnership for Peace and Prosperity, D-8 summit menjadi sangat penting karena tiga alasan. Pertama, dunia sedang berada dalam ancaman krisis ekonomi global. Secara teoretis yang paling merasakan dampak krisis adalah negara-negara berkembang karena basis ekonominya yang lemah dibandingkan negara-negara maju. Walaupun faktanya, beberapa negara yang tergabung dalam D-8 memiliki basis pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan, seperti Indonesia, namun ia tetap berada dalam ancaman sebagai efek dari ekonomi pasar yang melampaui sekat negara dan organisasi.
Kedua, beberapa negara yang berpenduduk muslim sedang mengalami konflik, kekerasan, dan ancaman perpecahan, seperti yang terjadi di Suriah, Palestina, Irak, dan beberapa negara lainnya, pun diskriminasi yang dialami komunitas muslim minoritas di beberapa kawasan. Walaupun di antara negara tersebut bukan anggota D-8, namun sedikit banyak akan menyita perhatian apabila konflik tersebut terus berkembang dengan segala eksesnya. Hal ini seperti dalam konflik Suriah yang berdampak pada Turki, bahkan dalam beberapa kasus memicu ketegangan. Begitu juga Palestina-Israel yang memaksa Mesir, bahkan negara lainnya, termasuk Indonesia, untuk ikut berbagi perhatian pada penyelesaian konflik atau penciptaan perdamaian. Langkah ini bukan semata sebagai solidaritas kenegaraan, namun juga ekses kekerasan yang dikhawatirkan semakin memperburuk kondisi stabilitas global.
Ketiga,  demokrasi sebagai arus utama sistem kenegaraan saat ini menjadi satu-satunya pilihan dengan segala eksesnya dan model penerapannya. Dari delapan negara anggota D-8 menerjemahkan dan menerapkan demokrasi dengan warna-warni dan eksesnya yang berbeda. Secara substantif, demokrasi yang berlangsung di negara-negara D-8 masih tergolong baru (transisi) dan sedang berjuang menuju konsolidasi.

Penguatan Internal
Keberadaan D-8 secara tidak langsung mengafirmasi peran ekonomi sebagai kunci kemajuan sekaligus menaikkan posisi tawar dalam percaturan global. Sebagaimana tersurat dalam tujuan awal D-8 adalah untuk meningkatkan posisi negara-negara anggotanya menghadapi kekuatan ekonomi global (improve member state’s position in the global economy). Yang lebih penting lagi, kedelapan negara ini mayoritas penduduknya adalah muslim yang secara global selalu berada di bawah bayang-bayang ekonomi maintream.
Salah satu langkah untuk menaikkan daya tawar tersebut adalah dengan memperkuat ekonomi masing-masing negara anggota melalui penciptaan peluang baru dalam hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat internasional, dan meningkatkan standar hidup (create new opportunities in trade relations, enhance participation in decision-making at international level, and improve standards of living).
 Inilah semangat “cooperation in development” yang pada KTT kali ini dipilah dalam lima isu besar, yaitu  perdagangan, pertanian dan ketahanan pangan, kerja sama industri dan UKM, transportasi, serta energi dan mineral. Dari lima isu besar tersebut terlihat jelas urgensi penguatan ekonomi bagi anggota D-8.
Untuk memastikan terwujudnya kelima agenda tersebut diperlukan perjuangan keras. Beberapa kendala internal yang dihadapi oleh negara yang ekonominya mengalami pertumbuhan sekalipun adalah pertama, masalah pemerataan. Pertumbuhan ekonomi tidak serta merta dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Tidak jarang pertumbuhan memperlebar jurang kesenjangan yang pada titik tertentu bisa memunculkan instabilitas politik.
Kedua, masih kuatnya korupsi. Dari delapan negara anggota D-8, tingkat korupsinya masih cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparency International 2011 menunjukkan nilai rendah bagi delapan negara anggota D-8. Misalnya Malaysia (4,3), Turki (4,2), Indonesia (3,0), Mesir (2,9), Bangladesh dan Iran (2,7), Nigeria dan Pakistan (2,5).
Kedua kendala tersebut bisa sangat mengancam terhadap upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, apabila tidak diselesaikan secara efektif. Terlebih apabila kesenjangan sosial ditingkahi oleh tindak korupsi birokrasi dan politisi, ia tidak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi, tapi bisa mengganggu stabilitas politik negara.

Sinergi Potensi
Walaupun lima agenda dalam KTT D-8 kali ini lebih ditekankan pada aspek ekonomi, namun dalam pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dengan aspek lainnya, termasuk politik. Dua kendala di atas sebenarnya bisa diatasi dengan memperkuat potensi atau memperluas peluang yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota D-8.
Paling tidak ada 2 potensi atau kekuatan yang bisa dikembangkan untuk menutup kelemahan atau kendala di atas. Pertama, secara politik dari 8 negara yang tergabung dalam D-8 relatif stabil. Persoalan politik yang dihadapi beberapa negara anggota D-8 lebih terkait persoalan eksternal, seperti Iran yang mengundang pro-kontra di mata negara-negara barat karena proyek nuklirnya.
Kedua, ekonomi masing-masing negara relatif cukup baik. Bahkan Indonesia termasuk 16 besar negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Bersama Turki, Indonesia menjadi anggota G-20, sebuah perkumpulan 20 negara dengan tingkat perekonomiannya terbesar di dunia.
Dengan dua modal tersebut, D-8 bisa memaksimalkan perannya secara internal dengan memperkuat potensi yang dimilikinya. Kedua modal, ekonomi dan politik, tersebut sangat kondusif untuk memastikan terwujudnya tujuan besar dari KTT kali ini, yaitu peace (damai) dan prosperity (sejahtera).
Namun sekali lagi, pertumbuhan tak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan. Karena itu, diperlukan reorientasi dan revitalisasi agar pertumbuhan tidak dihitung sebatas naiknya angka statistik, tapi sejauhmana tingkat ketersebaran angka tersebut.  Untuk memastikan tingkat ketersebaran pertumbuhan diperlukan political will melalui kebijakan yang berpihak pada seluruh elemen masyarakat.
Di sini terlihat perlunya sinergitas sekaligus sentralitas baik pada tataran visi, aksi, maupun institusi pelaksananya. Aspek sinergitas dan sentralitas inilah yang ditekankan Presiden SBY dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam KTT ASEAN dan KTT D-8 ini, sebagai modal dasar terciptanya soliditas dan kohesivitas menghadapi tantangan yang lebih besar. Dengan sinergitas, soliditas, dan kohesivitas itulah, D-8 bisa mempertaruhkan perannya menghadapi tantangan global, terlebih untuk mewujudkan kemajuan bersama sebagaimana menjadi cita awal berdirinya.*

No comments: