Thursday, March 10, 2011

Reshuffle Kabinet & Efektivitas Kebijakan



Opini


Reshuffle Kabinet dan Efektivitas Kebijakan
Investor Daily, Kamis, 10 Maret 2011


Ahmad Bakir Ihsan


Reshuffle kabinet merupakan jalan akhir untuk merapikan koalisi yang sedang rapuh. Koalisi yang rapi diharapkan menjadi jalan mulus bagi terciptanya kinerja pemerintahan yang lebih baik. Namun demikian, tak ada jaminan bahwa reshuffle akan menjadi jalan terbaik untuk menekan maneuver politik.


Kritik dan serangan dari berbagai arah mata angin terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan ada problem dalam bangunan pemerintahannya, pun dalam koalisi. Problem ini tak dimungkiri oleh Presiden SBY sendiri.


Dalam rapat kerja pemerintah dengan pemerintah daerah dan BUMN di Istana Bogor, 21 Februari lalu Presiden mengeluhkan adanya hambatan dalam percepatan pembangunan karena ulah birokrasi pada level eselon I dan II yang mementahkan keputusan pusat. Begitu juga program-program pembangunan di tingkat daerah tak lebih sebagai pepesan kosong.


Fakta tersebut menunjukkan bahwa problem kenegaraan kita saat ini bergerak di antara dua kutub, yaitu problem birokrasi (kelembagaan) yang tak sinergis sehingga menghambat terhadap percepatan pembangunan sebagai landasan bagi pertumbuhan ekonomi, dan problem politik yang rapuh yang berakibat pada lambannya proses kinerja pemerintahan.


Kehadiran koalisi, yang sejatinya menjadi jalan lapang bagi stabilitas kinerja pemerintahan, ternyata hampir seperti pepesan kosong. Warna-warni partai koalisi ternyata tak seindah warnanya. Adagium “tak ada kawan dan lawan abadi” tampaknya lebih kuat daripada kehendak bekerja sama dalam koalisi.


Komitmen berkoalisi begitu mencair dan kesepakatan (kontrak politik) diperlakukan sesuai selera. Koalisi tak lebih simbol politik basabasi. Mengapa ini terjadi? Selama ini penyelesaian terhadap berbagai problem politik kebangsaan selalu didekati melalui pendekatan kelembagaan.


Tidak heran bila pascareformasi bermunculan beragam lembaga bak kecambah di musim hujan. Begitu pun dalam koalisi kepartaian. Terbentuknya sekretariat gabungan (Setgab) merupakan perpanjangan dari kehendak untuk “melembagakan” koalisi. Namun, seperti lembaga-lembaga lainnya, keberadaan Setgab gagal menjaga soliditas koalisi dan mendukung program pemerintah.


Sikap sebagian parpol koalisi yang berseberangan dengan pemerintah memperjelas segmentasi loyalitas parpol koalisi. Apa pun alasannya, sikap Partai Golkar dan PKS yang berseberangan dengan sikap partai koalisi, baik dalam Pansus Pajak maupun Century, merupakan tindakan — meminjam istilah Amien Rais — menusuk pinggang pemerintahan SBY. Penguatan Lembaga Realitas hiruk pikuk politik merupakan permukaan dari problem procedural yang menggurita seiring keniscayaan demokrasi di negeri ini.


Demokrasi, sebagaimana didedah Robert Dahl, tak pernah hampa dari problem. Bukan hanya pada tataran prosedural, pada ranah substansi pun khususnya terkait liberty (kebebasan) dan equality (kesetaraan), demokrasi terkadang terjebak dalam ironi. Namun dari problem itu, demokrasi terus mencari solusi melalui eksperimentasi- eksperimentasi sosiopolitik.


Karena itu, kisruh koalisi maupun dinamika politik lainnya, termasuk reshuffle kabinet, harus diletakkan sebagai proses dan upaya penyempurnaan atas “ironi-ironi” demokrasi, termasuk upaya penguatan lembaga-lembaga demokrasi.


Sulit dimungkiri, mekanisme kelembagaan politik kita masih jauh panggang dari api. Partai politik terkadang berwujud sekadar gerombolan kepentingan daripada jembatan bagi pengentasan apirasi rakyat. DPR sebagai epicentrum politik kepartaian dan kerakyatan tak jarang menjadi pasar transaksi kelompok atau bahkan pribadipribadi.


Akibatnya, keberadaan DPR sebagai lembaga perwakilan dan kontrol tak pernah dirasakan oleh rakyat sebagai stakeholder. Penguatan lembaga menjadi sangat penting, karena kekuatan yang bertumpu pada individu-individu tak akan menghasilkan terobosan substantif dalam proses penguatan demokrasi. Inilah yang diwanti-wanti oleh Gunnar Myrdal (Asian Drama, vol. I, 1968) ketika melihat masa gelap negara-negara Asia tahun 1960-an termasuk Indonesia.


Menurut Myrdal, problem yang dihadapi oleh sebuah negara bukan pada pemimpin yang lembek, tapi pada efektivitas kebijakan dan langkah yang diambil dalam proses kenegaraan. Demokrasi terpimpin Soekarno menjadi tak bermakna karena tak mampu menstabilisasi lembaga Negara dan mendisiplinkan warganya, sehingga menjadi lahan subur korupsi dan menjamurnya kemiskinan. Itulah yang Myrdal sebut sebagai soft state.


Menimbang Reshuffle

Karena itu, agenda terpenting dari pemerintahan SBY dalam menyelesaikan problem bernegara, termasuk kisruh koalisi adalah penguatan lembaga. Problem koalisi lebih pada mekanisme (manajemen) yang seharusnya bergerak sesuai kontrak politik yang dibuat.


Manajemen tersebut terkait pula dengan reward and punishment yang diberlakukan tanpa tebang pilih. Reward and punishment tak bisa diserahkan pada partai terdakwa (menyimpang), tapi harus ditegakkan berdasarkan komitmen yang telah disepakati bersama.


Karena itu, reshuffle hanya bisa dilandaskan pada evaluasi kerja yang dipertanggungjawabkan pada publik. Dengan demikian, reshuffle akan meringankan kerja presiden dan jajarannya. Namun, bila reshuffle didasarkan pada transaksi politik, ia akan menjadi beban tambahan bagi pemerintahan SBY. Apalagi bila reshuffle hanya mengganti sosok dan menggeser partai tanpa integritas dan kapabilitas yang memadai. Ia bukan hanya menjadi beban bagi presiden, tapi juga berdampak pada terbengkalainya agenda percepatan dan perluasan pembangunan.


Stabilitas kerja pemerintahan akan selalu dirongrong oleh kepentingan transaksi politik. Karena itu, respons konkret dan logis dari Presiden sebagai pemegang hak prerogatif atas kabinet yang ditopang oleh partai koalisi menjadi pertaruhan bagi cepat lambatnya pembangunan untuk bangsa.


http://www.investor.co.id/opini/reshuffle-kabinet-dan-efektivitas-kebijakan/7352

1 comment:

Anonymous said...

Hello there, simply become aware of your blog through Google, and located that it is really informative. I’m gonna watch out for brussels. I’ll be grateful if you proceed this in future. Many people will be benefited from your writing. Cheers!
Influential Forum. Thnx!
[url=http://www.yourporncams.de.vu]sex kontakte[/url]
[url=http://www.m.ein-dreckiges-hobby.de.vu]Gruppensex Filme[/url]
[url=http://www.istanbul-lifeporn.de.vu]live sex cam[/url]