Opini
Signifikansi Konvensi
RMOL, Jum’at, 20 September 2013
A. Bakir Ihsan
Sejak awal,
konvensi yang digagas dan dijalankan Partai Demokrat (PD) menjadi kontroversi.
Banyak pertanyaan dan opini kritis diajukan pengamat terkait pelaksanaan
konvensi. Mulai dugaan menutup borok citra PD yang sedang melorot sampai
kemungkinan pemenang konvensinya sudah ditentukan. Opini kritis tersebut sah-sah
saja mengalir di tengah atmosfir politik menuju 2014 semakin mengental. Namun
apa manfaat dari kecurigaan tersebut bagi kepentingan politik bangsa?
Konvensi bukan
hal baru dalam sejarah kepartaian kita. Menjelang pemilu 2004, Partai Golkar
(PG) melaksanakan konvensi. Konvensi saat itu diperlakukan lebih sebagai solusi
sesaat. Terbukti, konvensi yang dilakukan PG tidak berlanjut. Ia hanya menjadi
instrumen pendek untuk mengurai tarik menarik kepentingan demi kelangsungan
eksistensi partai pada saat itu. Konvensi belum menjadi keputusan permanen dan
berkesinambungan dalam seleksi kandidat calon presiden dari PG.
Kini PD mencoba
langkah yang sama. Hampir sama dengan PG, konvensi yang dilakukan PD belum
menjadi agenda jangka panjang. Paling tidak gagasan konvensi muncul sebagai
alternatif untuk mencari kandidat capres setelah SBY tak bisa dicalonkan lagi.
Berbeda dengan konvensi ala PG, konvensi kali ini tidak hanya menjaring
kandidat dari anggota PD, tapi juga terbuka bagi “orang luar.” Bahkan dari 11
calon, 7 berasal dari luar PD. Ini merupakan perkembangan baru dalam tradisi
konvensi. Perlu nyali besar untuk mengadakan konvensi dengan melibatkan “orang
luar” partai. Terlebih apabila yang terpilih nanti adalah “orang luar”, tentu
akan menambah beban tersendiri bagi PD. Kemungkinan berkurangnya soliditas
antar anggota partai karena kandidat capresnya dari “orang luar”, sangat
terbuka.
Namun demikian,
langkah konvensi terbuka ini akan menuai apresiasi apabila PD mampu menjadikannya
sebagai ajang rekrutmen kepemimpinan yang lebih terbuka dan demokratis.
Konvensi yang melibatkan penilaian dan pilihan masyarakat, menjadikannya semakin
signifikan di tengah kecenderungan elitisme dan oligarki partai serta
tertutupnya peluang bagi calon presiden dari unsur perorangan. Terlebih apabila
konvensi ini dijadikan mekanisme rekrutmen calon presiden secara
berkesinambungan dan tertuang dalam aturan main yang baku.
Dengan
legalitas konvensi tersebut, PD, begitu juga partai lainnya yang memiliki
mekanisme konvensi, akan merangsang kader-kadernya untuk tak hanya berkualitas,
tapi juga dikenal publik karena kinerjanya. Dengan demikian, kompetisi di dalam
tubuh partai akan berlangsung sehat dan penuh bobot serta terlepas dari
kemungkinan oligarki yang memupuk faksi-faksi dan menghambat proses
demokratisasi.
PG dan PD sudah
dan sedang menjalankan konvensi. PPP, melalui ketua umumnya, Suryadharma Ali
juga sempat melontarkan gagasan akan melakukan konvensi, tapi tampaknya belum
berlanjut. Konvensi memang bukan kewajiban, tapi sekadar pilihan. Pilihan
politik untuk memberi peluang bagi setiap potensi terseleksi dan berkompetisi
melalui proses yang berbasis meritokrasi. Dengan begitu, kontestasi dalam
demokrasi akan semakin menemukan maknanya.
No comments:
Post a Comment