Opini
KUDETA UNTUK SIAPA?
Rakyat Merdeka Online, Jum’at, 22
Maret 2013
A. Bakir Ihsan
Istilah kudeta
tiba-tiba menyeruak di antara gaduh politik negeri ini. Seperti petir di siang
bolong, ia menghentakkan kesadaran untuk didiskusikan, direspon, bahkan
disikapi secara serius. Sudah seriuskah masalah kita?
Pertanyaan ini penting
karena kudeta tak sekadar pergantian atau pemunduran Presiden, tapi, melibat
situasi dan kondisi yang mendorong kelahirannya. Kudeta bukan petir di siang
bolong atau hujan di tengah terik. Ada prakondisi yang memungkinkannya dan berlangsung
dalam rangkaian waktu serta adanya topangan kekuatan. Akumulasi kekecewaan tak
cukup jadi alasan untuk kudeta. Di dalamnya harus ada akumulasi kekuatan untuk
memecah konsentrasi kekuasaan.
Edward Luttwak dalam bukunya,
Coup D'État: A Practical Handbook (1978), menempatkan militer sebagai
elemen penting dalam kudeta. Negeri ini tak punya banyak pengalaman dalam
kudeta. Mungkin hanya pada Soekarno, sebagian ahli menyebutnya sebagai kudeta
karena didahului oleh huru-hara yang melibatkan tentara. Setelah itu tak ada
lagi. Ini berbeda dengan Thailand yang terbiasa dengan kudeta yang dimotori
atau didukung oleh kekuatan tentara.
Isu dalam kudeta hanya
pengantar untuk menyulut berseminya kekuatan bersama berhadapan dengan
kekuasaan. Kalau kita urai isu yang muncul atau dimunculkan saat ini masih
berkutat pada isu-isu yang sejak awal sudah dilantunkan oleh sebagian orang
atau kelompok yang tak jauh berbeda pula. Kegagalan pemerintah menjadi isu yang
sering diulang-ulang tanpa respon berarti dalam memancing gelombang gerakan. Ini
bisa bermakna bahwa isu yang dimunculkan tak berpijak pada seluruh realitas
yang dirasakan oleh masyarakat.
Kudeta dan pergantian
kekuasaan mensyaratkan banyak faktor. Krisis ekonomi sering menjadi salah satu
pemicu mudahnya ledakan kudeta atau sejenisnya. Mundurnya Soeharto pada 1998
bermula dari krisis ekonomi. Krisis ekonomi menjadi pemantik dari persoalan
otoritarianisme kekuasaan ditambah kekecewaan kalangan elite yang bersambut
dengan gerakan mahasiswa yang tak hanya mengorbankan daya, tapi nyawa. Sebuah
ongkos pergantian kekuasaan yang sangat mahal. Banyak rangkaian faktor untuk
sampai pada sumbu ledak kudeta atau sejenisnya.
Setiap orang punya persepsi
dan opini tentang kondisi kekuasaan saat ini. Tapi satu hal yang tak bisa
dimungkiri bahwa kekuasaan saat ini lahir dari proses demokrasi bukan
intimidasi. Mulai tingkat kabupaten, kota, gubernur, sampai presiden rakyat
yang menentukan, tanpa paksaan. Setiap ada paksaan, orang bisa bersuara. Inilah
buah demokrasi paling besar yang tak pernah dirasakan pada periode sebelumnya. Dalam
demokrasi ada mekanisme, ada aturan, dan tahapan yang harus dilalui dan ditaati,
termasuk untuk kekuasaan berganti. Demokrasi hadir, salah satunya, agar
pergantian kekuasaan pasti sesuai konstitusi. Karena itu, kita harus
mengawalnya bukan melampauinya. Kudeta adalah tindakan melampaui demokrasi
sekaligus konstitusi.
http://www.rmol.co/read/2013/03/22/103214/Kudeta-Untuk-Siapa
No comments:
Post a Comment